Senin, 16 Mei 2011

Classroom Discussion Worksheet (PPL 1 : AENG 464)

According to us, a curriculum is a plan for learning therefore, what is know about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of the curriculum.

According to us, a syllabus is A syllabus is a document that a professor writes and distributes to provide students with an overview of a college course.

According to us, a lesson plan is developed by the teacher to guide the instruction. Planning the instruction is much more difficult than delivering the instruction.

Group members:
1. Muhammad Syafriansyah NPM. 3060812238
2. Rafiul Umam NPM. 3060812248
3. Kamaliah NPM. 3060812258
4. Mahmudah NPM. 3060812414

Reinforcement Theory (Teori Pengukuhan)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan
tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman
(Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila
tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan
yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap
unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.

PRINSIP ± PRINSIP DALAM MANAJEMEN KELAS³

Secara umum faktor yag mempengaruhi manajemen kelas dibagi menjadi duagolongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern siswa´ (Djamarah 2006:184).
Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadiansiswa dengan ciri ± ciri khasnya masing ± masing menyebabkan siswa berbeda darisiswa lainnya seara individual. Perbedaan secara individual ini dilihat dari segi aspekyaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
Faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatansiswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa dikelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknyasemakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Djamarah (2006:185) menyebutkan ³dalam rangka memperkecil masalah gangguandalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan´. Prinsip ± prinsip pengelolaan kelas yangdikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut :
1. Hangat dan Antusias.
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangatdan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau padaaktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2. Tantangan
Penggunaan kata ± kata, tindakan, cara kerja, atau bahan ± bahan yang menantangakan meningkatan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinanmunculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi
Penggunaan alat ± alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara gurudan anak didik akan mengurangi munculnya gagguan, meningkatkan perhatiansiswa. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yangefektif dan menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapatmencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklimbelajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnyagangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas,dan sebagainya.
5. Penekanan pada hal ± hal yang positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal ±hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal ± hal yang negatif.
Penekanan pada hal ± hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guruterhadap tingkah laku siswa yang positif dari pada memarahi siswa karena tingkahlakunya yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberianpenguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yangdapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Penanaman disiplin diriTujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkandisiplin diri sendiri da guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diridan pelaksanaan tenggug jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bilaingin anak didikya berdisiplin dalam segala hal.

PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru merupakan tenaga profesional sehingga guru tidak disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Sementara seorang guru peranannya sebagai pengelola aktivitas yang harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendakatan manajemen kelas.
Mengelola kelas dalam proses pemecahan masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi terletak pada ketrampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda untuk setiap peserta didik. Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian yang beragam, ini tergantung pada sumber permasalahan.
Guru harus memiliki, memahami dan terampil dalam menggunakan macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan bersamaan atau sekailgus. Dalam hal ini , guru dituntut untuk terampil memilih atau bahkan memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk menangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa pendekatan dalam manajemen kelas yaitu : Pendekatan Iklim Sosio – Emosional, Pendekatan Proses Kelompok, Pendekatan Eklektik, Pendekatan Analitik Pluralistik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Iklim Sosio – Emosional?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Proses Kelompok?
3. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Eklektik?
4. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Analitik Pluralistik?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Iklim Sosio – Emosional
Pendekatan iklim sosio – emosional dalam manajemen kelas berakar pada psikologis penyuluhan klinis. Pendekatan ini dibangun atas dasar asumsi bahwa manajemen kelas yang efektif sangat tergantung kepada hubungan yang positif antara guru dan peserta didik. Dalam manajemen kelas guru bertugas membangun hubungan antar pribadi yang positif sehingga tercipta iklim sosio – emosional yang positif pula.
Menurut Rogers, kelancaran proses belajar yang penting sangat tergantung kepada kualitas sikap yang terdapat dalam hubungan pribadi antara guru dan peserta didik. Rogers mengidentifikasi beberapa sikap, yaitu ketulusan, keserasian, sikap menerima, menghargai, menaruh perhatian, mempercayai, dan pengertian empatik. Sedangkan Ginott (1972) menekankan pentingnya komunikasi yang efektif untuk meningkatkan hubungan yang baik antara guru dan siswa dengan cara berbicara sesuai dengan situsi. Apabila ada perilaku siswa yang tidak dikehendaki, guru dinasehati agar menerangkan apa yang dilihatnya, menjelaskan apa yang dirasakannya dan menerangkan apa yang perlu dilakukan. Menurut Glasser (1969), menekankan pentingnya keterlibatan guru dengan menggunakan strategi manajemen yang disebut terapi kenyataan. Perilaku siswa yang menyimpang adalah buah kegagalannya mengembangkan keberadaan dirinya. Glasser mengemukakan 8 langkah untuk membantu mengubah perilaku menyimpang peserta didik, yaitu:
1. Melibatkan dirinya dengan siswanya dengan menunjukkan kesediannya membantu siswa, memecahkan masalah.
2. Memberikan uraian tentang perilaku siswa.
3. Membantu siswa membuat pendapat tentang perilakunnya yang menjadi masalah.
4. Membantu siswa merencanakan tindakan yang lebih baik.
5. Membimbing siswa.
6. Mendorong siswa untuk melaksanakan rencananya.
7. Tidak menerima pernyataan maaf siswa apabila rencana siswa gagal.
8. Memberikan kesempatan kepada siswa merasakan akibat wajar dari perilakunya yang menyimpang.
Sementara itu, Dreikurs (1982) mengemukakan gagasan – gagasan penting yang mempunyai implikasi bagi manajemen kelas yang efektif, yaitu:
1. Penekanan pada kelas yang demokratis dengan kondisi siswa dan guru berbagi tanggung jawab, baik dalam proses maupun dalam langkah maju.
2. Pengakuan akan pengaruh konsekuensi wajar dan logis dari perilaku siswa.

B. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan proses kelompok didasarkan pada asumsi – asumsi berikut:
1. Kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas.
2. Tugas pokok guru adalah menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif.
3. Kelompok kelas adalah suatu system social yang mengandung ciri – ciri yang terdapat pada semua system social.
4. Pengelolaan siswa oleh guru adalah menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.
Schmuck dan Schmuck dalam Weber (1986) mengemukakan 6 ciri pendekatan proses kelompok, yaitu:
1. Harapan adalah persepsi yang dimiliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu sama lain.
2. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai perilaku yang membantu kelompok bergerak menuju pencapian tujuannya serta memelihara dan / atau meningkatkan kepaduan.
3. Daya tarik menunjuk pada pola – pola persahabatan dalam kelompok kelas.
4. Norma adalah pengharapan bersama mengenai cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku para anggota kelompok. Norma sangat mempengaruhi hubungan antar pribadi karena norma tersebut memberikan pedoman yang membantu para anggota memahami orang lain.
5. Komunikasi, baik verbal maupun non – verbal adalah dialog antara anggota – anggota kelompok, komunikasi yang efektif berarti menerima pesan dan menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan.
6. Keterpaduan menyangkut perasaan kolektif yang dimiliki oleh para anggota kelas mengenai kelompok kelasnya. Keterpaduan menekankan hubungan individu dengan kelompok sebagai suatu keseluruhan.

C. Pendekatan Eklektik
Wilford A. Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara filosofis, teoritis, dan / psikologis dinilai benar, yang bagi guru merupakan sumber pemilihan. Perilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik.
Hal yang perlu dikuasai oleh seorang guru dalam menerapkan pendekatan eklektik yaitu:
1. Menguasai pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan pengubahan perilaku, penciptaan iklim sosio – emosional, dan proses kelompok.
2. Dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai baik dalam masalah manajemen kelas.

D. Pendekatan Analitik Pluralistik
Berbeda dengan pendekatan eklektik, pendekatan analitik pluralistik memberi kesempatan kepada guru memilih strategi manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi dari berbagai pendekatan yang mempunyai potensi terbesar mampu menanggulangi masalah manajemen kelas dalam situasi yang telah dianalisis.
Beberapa 4 tahap pendekatan analitik pluralistic:
1. Menentukan kondisi kelas yang diinginkan
Dalam hal ini, guru perlu mengetahui dengan jelas dan mendalam tentang kondisi – kondisi yang menurut penilaianya akan memungkinkan mengajar secara efektif.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah:
a. Guru tidak memandang kelas semata – mata hanya sebagai reaksi atas masalah yang timbul.
b. Guru akan memiliki seperangkat tujuan yang mengarahkan dan yang menjadi tolak ukur penilaian atas hasil upayanya.


2. Menganalisis kondisi kelas yang nyata
Dengan mengadakan analisis ini, akan memungkinkan guru mengetahui:
a. Kesenjangan antara kondisi sekarang dan yang diharapkan.
b. Kesenjangan yang timbul jika guru gagal mengambil tindakan pencegahan.
c. Kondisi sekarang yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena dianggap kurang baik.
3. Memilih dan menggunakan strategi pengelolaan
Guru yang efektif adalah guru yang menguasai berbagai strategi manajerial yang tergantung dalam berbagai pendekatan manajemen kelas dan mampu memilih dan menggunakan strategi yang paling sesuai dalam situasi tertentu yang dianalisis sebelumnya.
4. Menilai keefektifan pengelolaan
Proses penilaian ini memusatkan perhatian kepada 2 perangkat perilaku, yaitu:
a. Perilaku guru yaitu sejauh mana guru telah menggunakan perilaku manajemen yang direncanakan akan dan dilakukan.
b. Perilaku peserta didik yaitu sejauh mana peserta didik berperilaku yang sesuai, yakni apakah mereka telah melakukan apa – apa yang diharapkan untuk dilakukan.

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Seorang guru adalah tenaga profesional yang berperan sebagai pengelola aktivitas yang harus bekerja berdasarkan pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.
Guru harus memiliki, memahami dan terampil dalam menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam manajemen kelas supaya bisa menyesuaikan sehingga dapat mengangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapinya.
Dalam pendekatan iklim sosio emosional, tugas pokok seorang guru adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio emosional yang positif pula. Pendekatan penciptaan iklim sosio emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antar pribadi dan peserta didik. Sedang pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif. Kemampuan guru memilih strategi manajemen kelas yang tepat sangat tergantung pada kemampuannya menganalisis masalah manajemen kelas yang dihadapinya.
B. SARAN
Guru harus bisa menguasai semua pendekatan walaupun tidak semuanya digunakan secara bersama-sama tetapi ketika menghadapi suatu masalah maka dapat digunakan pendekatan yang sesuai dengan masalahnya.




DAFTAR PUSTAKA
Rachman, maman.1997. Manajemen kelas. Semarang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.

Ekosiswoyo, Rusdi dan maman Rachman. 2000. Manajemen Kelas. Semarang : IKIP Semarang Press.

Peran Guru sebagai Fasilitator

Posted on 18 Agustus 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
Oleh: Akhmad Sudrajat
Dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.

Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
1. Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
2. Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
3. Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.
4. Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa.
5. Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa

Sumber:
Sindhunata. 2001. Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman, Yogyakarta : Kanisius
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Proyek P2MPD. 2000. Fasilitator dalam Pendidikan Kemitraan (Materi IV-4-1). Jakarta.


Guru Sebagai Mediator Dan Fasilitator
Oleh: M. Zayd Alaydrus, SE.*
(Seorang guru yang berperan sebagai mediator dan fasilitator bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan siswa sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan)
Dalam dekade terakhir ini filsafat konstruktivisme sangat mempengaruhi perkembangan, penelitian, serta praktek pendidikan di seluruh dunia. Banyak pembaharuan sistem belajar mengajar didasarkan pada konstruktivisme, yang terutama menekankan peran aktif siswa dalam membentuk pengetahuan.
Adalah Jean Piaget, psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Menurutnya mengajar bukanlah transfer knowledge dari guru ke siswa yang menganggap siswa sebagai lembaran kertas putih kosong, melainkan mengajar adalah suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Mengajar dalam konteks ini, adalah membantu seseorang berfikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.
Paulo Friere, pakar pendidikan dari Brazil dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas menganggap bahwa pendidikan dimana guru yang hanya berusaha mengisi pengetahuan siswa dengan ceramah dan cerita belaka tanpa komunikasi, sebagai konsep pendidikan “gaya bank”, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para siswa hanya terbatas pada menerima, mencatat dan menyimpan.
Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijelaskan dalam beberapa kegiatan berikut : Pertama, menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Kedua, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Ketiga, memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak, guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
Seorang guru yang berperan sebagai mediator dan fasilitator tidak akan pernah membenarkan ajarannya dengan mengklaim “ini satu-satunya yang benar”. Oleh karena itu, perlu kiranya dikembangkan dalam sistem belajar mengajar adalah semakin dikembangkannya kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan apa yang mereka ketahui dan yang tidak mereka ketahui. Dengan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa akan dibantu untuk lebih berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka. Diskusi kelompok, debat, menulis makalah, membuat laporan penelitian, berdiskusi dengan para ahli, meneliti di lapangan, mengungkapkan pertanyaan dan juga sanggahan terhadap yang diungkapkan guru, dll. Semua ini dapat menantang siswa lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang kongkret, maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi siswa. Oleh karena itu, tidak ada suatu strategi mengajar yang satu-satunya yang dapat digunakan dimanapun dan dalam situasi apapun. Setiap guru yang baik akan memperkembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi.


Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

Fungsi sekolah bukan hanya untuk transfer knowladge, tetapi juga sebagai agen perubahan. Untuk menjadi agen perubahan, dibutuhkan guru-guru yang berkualitas, guru-guru yang profesional dan mempunyai visi serta misi ke depan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.
Guru sebagaimana orang tua sudah seharusnya bisa menjadi model bagi anak-anak. Perilaku keseharian bisa menjadi tauladan bagi anak-anak didik. Guru bisa menjadi figur sentral dalam pembentukan kepribadian anak.
Jujur, saat ini banyak anak kehilangan figur sentral. Banyak anak yang lebih cenderung untuk menjadikan tontonan sebagai model. Bisa saja hal ini terjadi karena orang tua yang mestinya bisa sebagai model jarang ditemui karena sibuk. Sehingga anak-anak mencari figur lainnya. Misalnya saja model itu bisa ditemukan pada diri pembantu, pada tokoh sinetron yang dikagumi, atau mungkin sahabatnya yang dijadikan figur.
Di sinilah guru dituntut untuk menjadi model. Berikan yang terbaik buat anak-anak kita. Banyak anak-anak yang sukses karena melihat figur gurunya yang bersahaja, tegas, dan berwibawa.
Di sinilah peran guru sebagai agen perubahan. Guru berperan sebagi model yang bisa diteladani oleh anak-anak. Banyak model yang dilihat oleh anak-anak di luar sekolah. Namun di sekolahlah yang diharapkan model itu bisa ditemukan oleh anak. Sekolah setidaknya mampu menjadi filter terhadap pengaruh yang terjadi di luar rumah.

Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengelolaan Kelas

A. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas dapat dikatakan sebagai prasyarat terjadinya kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran sehingga dapat dikatakan pengelolaan kelas yang berhasil akan mampu menciptakan kondisi optimal dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Pada dasarnya usaha pengelolaan kelas agar lebih berkembang maka seorang guru harus mampu untuk mendayagunakan secara optimal potensi kelas yang terdiri atas guru, siswa dan proses belajar mengajar dan dinamika kelas.
1. Pengertian pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Kata pengelolaan diartikan “Manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu “Management” yaitu ketatalaksanaan dan tata pimpinan1.
Sedangkan menurut Wiharno pengertian pengelolaan kelas sebagai berikut :
Pengelolaan adalah suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, perencanaan, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian pengelolaan menghasilkan sesuatu dan sesuatu itu dapat merupakan sumber penyempurnaan dan penningkatan pengelolaan selanjutnya2.
Kelas adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama3.
Suharsini Arikunto berpendapat bahwa :
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggug jawab kegiatan belajar mengajar atau membantu maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat melaksanakan kegiatan belajar seperti diharapkan4.
Abdurrahman menyatakan bahwa :
Pengelolaan kelas adalah semua upaya dan tindakan guru dalam membia dan memodalisasi serta menggunakan sumber daya kelas secara optimal, selektif dan efesien untuk menciptakan kondisi atau menyelesaikan problema kelas agar proses belajar mengajar dapat berlangsung wajar5.
Made Pidarto mengatakan, pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Sedangkan menurut Sukirman N, pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas6.
Dari pengertian di atas, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa petugas yang terkait dalam pengelolaan kelas adalah guru kelas atau guru bidang studi langsung bertanggung jawab dalam mengadakan diagnosa dan menentukan tidakan yang akan diambil.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas
Berbagai faktor yang menyebabkan merumitan dalam pengelolaan kelas secara umum dibagi menjadi dua faktor yatu : faktor interen siswa dan eksteren siswa. Faktor interen siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran dan prilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khusunya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual dan psikologis.
Sedangkan faktor ekstern siwa terkait dengan pengelolaan suasana laingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa. Jumlah siswa dikelas. Masalah siswa di kelas misalnya dua puluh orang ke atas cenderung lebih mudah terjadi koflik.7.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa terjadinya kekacauan di kelas disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu intern dan eksteren siswa dan untuk mengatasi terjadinya kekacauan di kelas diperlukan adanya usaha dari guru dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas.

3. Peranan guru dalam pengelolaan kelas
Sehubungan dengan peranannya sebagai manajer dalam kelas, guru harus mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisir. Lingkungan itu hendaknya mampu diciptakan oleh guru dengan kegiatan-kegiatan yang sesuai dan baik serta terarah pada tujuan yang ingin dicapai dengan jalan menciptakan suasana rasa aman, menentang dan merangsang siswa untuk belajar serta memberikan kepuasan dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
Dengan demikian pada dasarnya peranan guru sebagai pengelola kelas dapat dibagi ke dalam empat bagian, yaitu :
1. Merencanakan
2. Mengorganisasikan
3. Memimpin
4. Mengawasi
Dengan melihat peranan guru sebagai pengelola kelas di atas, maka guru sebagai pengelola berperan sebagaia perencana, yang dimaksud disini adalah menyusun tujuan belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Winarno Surachmad dalam bukunya bahwa :
Tujuan merupakan suatu hal pokok yang diketahui dan disadari betul oleh seorang guru sekolah mulai mengajar. Guru tersebut harus memberi penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapai8. Adapun peranan guru dalam pengelolaan kelas sebagai orang yang harus mengorganisasikan, maka dalam hal ini adalah pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan membutuhkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif efisien, dan ekonomis.
Kemudian melihat peranan guru dalam pengelolaan kelas sebagai orang yang memimpin, maka dalam hal ini, pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin di atas setelah berhasil mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Jika tujuan belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dengan mengatur kembali situasinya, akan tetapi bukan berarti mengubah tujuan.
Dari keterangan di atas, maka dapat dipahami bahwa perencanaan merupakan kegiatan pokok seorang pengelola dan sebagai kesulitannya adalah memperkirakan tuntunan, kegiatan tujuan, menulis silabus kegiatan instruksional, menetapkan urutan topik-topik yang harus dipelajari, mengalokasikan waktu yang tersedia, dan menganggarkan sumber-sumber yang di lakukan.

4. Pengelolaan kelas yang efektif
Untuk mengelola kelas yang efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kelas adalah kelompok kerja yang organisir untuk tujuan tertentu, yang dilengkapi dengan tugas-tugas dan diarahkan oleh guru
2. Dalam situasi kelas guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tapi bagi semua anak atau kelompok.
3. Kelompok mempunyai prilaku sendiri yang berbeda dengan prilaku masing-masing individu dalam kelompok itu
4. Kelompok kelas mempersiapkan pengaruhnya kepada anggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas soal mereka belajar.
5. Praktek guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggota-anggota dalam kelas
6. Struktur kelompok pada komunikasi dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara guru mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi mereka yang opotis, masa bodoh, atau bermusuhan.

5. Penataan ruang kelas
Agar tercipta suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan penagaturan dan penataan ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam masalah pengaturan tempat duduk, pengaturan alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan keberhasilan kelas, pentilasi serta cahaya.
a. Pengaturan tempat duduk
Dalam belajar tempat duduk sangatlah berpengaruh. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka akan dapat belajar dengan tenang.
Penulis berpendapat bahwa sebaiknya yang pendek, yang terganggu pendengarannya, dan terganggu penglihatannya ditempatkan dibagian depan sebaliknya siswa yang tinggi ditempatkan dibagian belakang.
Pengaturan alat-alat pengajaran



Alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur sebagai berikut:
1) Perpustakaan kelas
a. Sekolah yang maju ada perpustakaan disetiap kelas
b. Pengaturannya bersama-sama siswa
2) Alat-alat peraga media pengajaran
a. Alat peraga atau media pengajaran semestinya dilakukan dikelas agar memudahkan dalam penggunaannya
b. Pengaturannya bersama-sama siswa
3) Papan tulis, kapur tulis dan lain-lain
a. Ukurannya disesuaikan
b. Warnanya harus kontras
c. Penampakannya memperhatikan estetika dan terjangkau oleh semua siswa
4) Papan presentasi siswa
a. Ditempatkan dibagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa
b. Difungsikan sebagaimana mestinya.
c. Penataan keindahan dan kebersihan kelas
5) Hiasan dinding (panjang kelas) hendaknya dimamfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya :
a. Burung garuda
b. Teks proklamasi
c. Slogan pendidikan
d. Para pahlawan
e. Peta/globe
6) Penempatan lemari
a. Untuk buku di depan
b. Alat-alat peraga di belakang
7) Pemeliharaan kebersihan
a. Siswa bergiliran untuk membersihkan kelas
b. Guru memeriksa kebersihan ketertiban kelas
c. Ventilasi dan tata cahaya
a) Ada ventilasi yang sesuai dengan ruang kelas
b) Sebaiknya tidak merokok
c) Pengaturan adanya perlu dipehatikan
d) Cahaya yang masuk harus cukup9.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi siswa dalam belajar, hal-hal tersebut dijadikan pegangan.



6. Penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yang meliputi keterampilan sebagai berikut:
a. Menunjukkan sikap tanggap
Tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidak acuhan, dan ketidak terlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ketanggapan ini dapat diajukan dengan berbagai cara seperti berikut:
1) Memandang secara seksama
Guru memandang secara seksama dan melibatkan siswa dalam kontak pendangan serta interaksi antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk bercakap-cakap, bekerja sama dan menunjukkan rasa persahabatan
2) Gerak mendekati
Gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil atau individu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktifitas siswa. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk mekut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan dan hubungan.
3) Memberikan pernyataan
Pernyataan guru terhadap suatu yang dikemukakan siswa sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. Akan tetapi, haruslah dihindari hal-hal yang menunjukkan dominasi guru, misalnya dengan komentar atau pernyataan yang mengandung ancaman.
4) Memberi reaksi terhadap gangguan dan kekacauan siswa
Apabila ada siswa yang menimbulkan gangguan atau menunjukkan kekacauan, guru dapat memberikan reaksi dalam bentuk teguran. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran yang tepat pula sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.
b. Memberi perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif bila guru maupun memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Visual
Mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa secara individual.
2. Verbal
Guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

c. Memusatkan perhatian kelompok
Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara :
1. Menyiagan siswa
Maksudnya adalah memusatkan perhatian siswa kepada suatu hal sebelum guru menyampaikan materi pokok untuk menghindari penyimpangan perhatian siswa.
2. Menuntut tanggung jawab siswa
Hal ini berhubungan dengan cara guru memegang teguh kewajiban dan tanggung jawab yang dilakukan oleh siswa serta keterlibatan siswa dalam tugas-tugas. Misalnya meminta kepada siswa untuk memperagakan, melaporkan, dan memberikan respons.
d. Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas
Hal ini menunjukkan dengan cara guru dalam memberikan petunjuk agar jelas dan singkat dalam pelejaran sehingga tidak terjadi kebingungan pada diri siswa
e. Menegur
Apabila terjadi tingkah laku siswa yang menganggu kelas atau kelompok dalam kelas, hendaknya guru menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif ialah yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang
2. Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
3. Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjan.
f. Memberi penguatan
Dalam hal ini guru dapat menggunakan dua macam cara sebagai berikut :
1. Guru dapat memberikan penguatan kepada siswa yang mengganggu, yaitu dengan jalan “menangkap” siswa tersebut ketika ia sedang melakukan tingkah laku yang tidak wajar, kemudian menegurnya.
2. Guru dapat memberikan penguatan kepada siswa yang bertingkah laku wajar dan dengan demikian menjadi contoh atau teladan tentang tingkah laku positif bagi siswa yang suka mengganggu.

7. Pengendalian kondisi belajar yang optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila terdapat siswa yang menimbulkan gangguan yang berulang-ulang walaupun guru telah menggunakan tingkah laku dan respons yang sesuai, guru dapat meminta bantuan kepada kepala sekolah atau orang tua siswa.
Bukanlah kesalahan profesional guru apabila ia tidak dapat menangani setiap problema siswa di dalam kelas. Namun pada tingkat tertentu guru dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang terus-menerus menimbulkan gangguan.
Adapun strategi tersebut adalah :
a. Modifikasi tingkah laku
Guru hendaknya menaganalisis tingkah laku siswa yang memahami masalah atau kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secra sistimatis.
b. Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara :
1) Memperlancar tugas-tugas
Guru mengusahakan terjadinya kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas.
2) Memelihara kegiatan-kegiatan kelompok
Guru memelihara dan memulihkan semangat siswa dan menanyai konflik yang timbul.
c. Menemukan dan memecahkan tingkah laku menimbulkan masalah
Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidak patuhan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.

B. P¬roses Belajar Mengajar
1. Pengertian proses belajar mengajar
Secara psikologis, belajar merupakan sesuatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebgai hasil interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi pengertian dapat didefenisikan sebagai berikut:
Belajar adalah suatu usaha proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya11.
Menurut Arifin, S. Sudirman bahwa :
Belajar adalah suatu proses yang kelompok yang terjadi pada semua orang yang berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti12.
Mengajar adalah menyerahkan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman kecakapan kepada anak didik kita, atau usaha yang mewariskan kebudayaan masyarakat kepada generasi penerus13.
Menurut Abdurrahman, dalam bukunya berpendapat bahwa :
Proses belajar mengajar adalah proses interaksi edukatif (kegiatan bersama yang sifatnya mendidik) antara guru dengan siswa dimana berlangsung propesi transferin (pengalihan) nilai dan manfaat secara optimal selektif dan efektif semua sumber daya pengajaran (instruksional)14.
Seiring dengan pendapat di atas, maka menurut Dewa Ketut Sukardi, kesulitan belajar di sekolah terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:
1. Guru kurang berinteraksi dengan siswa
2. Metode atau cara penyajian bahan
3. Relasi atau hubungan antara bahan
4. Standar pelajaran yang diberikan siswa tidak sesuai dengan kemampuan
5. Kurangnya media atau alat-alat bantu pendidikan dan pengajaran
6. Keadaan atau kapasitas gedung yang kurang memadai
7. Kedisiplinan yang dijalankan dalam suatu sekolah bisa terlalu ketat atau kurang ketat
8. Metode atau belajar siswa yang kurang tepat
9. Pekerjaan rumah yang terlalu banyak dibebankan kepada siswa15.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar yang terjadi dalam kelas perlu dipertimbangkan dan direncanakan dalam proses belajar mengajar.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar
Pelaksanaan pengajaran selayaknya berperan pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar itu sendiri. Situasi pengajaran itu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Faktor guru
Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri, pola mengajar itu tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Seiring dengan uraian di atas,. Muhammad Ali yang mengutip pendapat Dianna Lapp, dalam bukunya “Teaching style” bahwa :
Gaya mengajar mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.16
b. Faktor siswa
Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian, kecakapan-kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meiputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan maupun kecakapan yang peroleh dari hasil belajar. Adapun yang dimaksud dengan kepribadiam dalam tulisan ini adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dengan orang lain.
c. Faktor kurikulum
Secara sederhana arti kurikulum dalam kegiatan ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pada interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Gabungan dengan keempat faktor di atas, maka penulis berpendapat bahwa guru memegang peranan penting menciptakan situasi, sehingga proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai macam perubahan yang terjadi, yang disebabkan oleh keempat faktor tersebut sepatutnya dapat terbaca oleh guru, sehingga guru dapat menyesuaikan pola interaksinya dengan siswa sesuai dengan situasi yang dihadapinya itu.

3. Komponen-Komponen Belajar Mengajar
a. Tujuan
Tujuan adalah suatu cara yang diinginkan untuk dicapai dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan kearah mana kegiatan itu akan dibawa.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, dan kegiatan evaluasi.
Seiring dengan itu Azwan Zain mengutip pendapat Ny Roestiyah bahwa :
Suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan prilaku murid-murid yang kita harapkan setelah mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.17
b. Bahan pelajaran
Bahan pelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak dapat berjalan, karena itu guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya misalnya guru matematika.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengaar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaam individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual dan psikologis, kerangka berpikir demikian dimaksud agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar yang bagaimanapun juga ditentukan dan baik tidaknya program pengajaran yang telah dilakukan, dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.
d. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru yang tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode pengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Oleh karena itu, pemilihan dan penguasaan metode yang bervariasi tidak selama-lamanya mengungtungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Azwan Zain yang mengutip pendapat Winarno Surachmad, mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi metode mengajar adalah :
1) tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya
2) anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya,
3) situasi yang berbagai-bagai kualitas keadannya
4) fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya
5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbada-beda.18
e. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan. Alat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, buku tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, vidio dan sebagainya. Ahli lain membagi alat pendidikan dan pengajaran menjadi alat material dan non material.
Alat material termasuk alat bantu audovisual di dalamnya. Peggunaan alat bantu audio visual dalam proses belajar mengajar sangat didukung oleh Drawer. Salah seorang tokoh aliran realisme. Aliran realisme berasumsi bahwa belajar yang sempurna hanya dapat dicapai jika digunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas. Menurut Miller, lebih banyak sifat audio visual yang menyerupai realisasi dari pihak guru untuk memberikan bahan pelajaran sebanyak mungkin dengan memberikan penjelasan yang mendekati realisasi kehidupan dan pengalaman anak didik.
f. Sumber Pelajaran
Dimaksud sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.19
Menurut Arif S. Sadiman mengemukakan bahwa yang dimaksud sumber belajar adalah:
Segala macam sumber yang ada diluar dari seseorang (peserta didik) yang memungkinkan/memindahkan terjadinya proses belajar. Yang termasuk di dalam sumber-sumber adalah guru/dosen, buku, film, majalah, laboratorium, peristiwa dan sebagainya.20
Sedangkan Udin Saripuddin Winata Putra, dan Rustana Ardiwinata dalam buku Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurangnya lima macam sumber belajar, yaitu :
1) manusia
2) buku/perpustakaan
3) media massa
4) alam lingkungan
5) media pendidikan21
Dari beberapa pendapa para ahli tentang sumber belajar, maka penulis menyimpulkan bahwa : sumber belajar saling menumbuhkan antara satu dengan yang dalam menunjang tercapainya proses belajar mengajar, kapan salah satu sember tersebut tidak ada, maka proses belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan efektif.
g. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials of Education karangan Edwin dan Gerald W. Brown dikatakan bahwa :
“Evaluation Fever to the act or Prosses to Determining the Valve of Something” jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, evaluasi untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan22
Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu : tujuan umun dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegaskan bahwa :
1) tujuan umum dari evaluasi adalah :
a) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
b) Memungkinkan pendidikan/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
c) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
2) tujuan khusus dari evaluasi adalah :
a) Merangsang kegiatan siswa
b) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
c) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan bakat siswa yang bersangkutan.
d) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
e) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.23

C. Hasil Belajar
Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.24 Jadi seseorang dikatakan telah jika dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan melalui suatu proses tertentu. perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang positif yaitu adanya peningkatan yang dicapai akibat pengetahuan yang diperolehnya. Namun perubahan yang terjadi karena pertumbuhan, perkembangan dan kematangan bukanlah karena hasil pengukuran tes yang dilakukan. Tinggi rendahnya hasil belajar menunjukkan kualitas dan sejauhmana bahan pelajaran telah dikuasai oleh siswa. Perkembangan dan kematangan akan terjadi dengan sendirinya, akibat dorongan dari dalam diri manusia secara naluriah.
Di sekolah, perubahan tingkah laku ditandai oleh kemampuan peserta didik mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan. Belajar akan membawa suatu perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai suatu interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tingkah laku menurut Witherington meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi.25
Setelah terjadi proses belajar mengajar, maka diharapkan terjadi suatu perubahan pada diri siswa, baik perubahan pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Perubahan tingkah laku inilah yang disebut hasil belajar.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar itu menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.26
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Nana Sudjana bahwa:
Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya. Pemahamannya, sikap dan tingkah laku lainnya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaan dan aspek-aspek yang ada pada individu.27
Hasil belajar dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menetapkan tujuan belajar sesuai dengan kapasitas intelegensi siswa. Pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi yaitu bahan yang telah dikuasai siswa sebagai batu loncatan untuk menguasai bahan pelajaran itu. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan yang diberikan kepada siswa melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya. Selain itu, hasil belajar juga dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dicurahkan. Intelegensi dan kesempatan yang diberikan kepada anak, pada gilirannya berpengaruh terhadap konsekuensi dari hasil belajar tersebut.28
Hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan dan kualitas pengajarannya. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar di sekolah dan Bloom yang mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yaitu karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa. Sedangkan Caroll berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu : bakat pelajar, waktu yang tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, kualitas pengajaran dan kemampuan individu.29
________________________________________
1Syaiful Bahri Jawarah dan Aswar Sain, Starategi Belajar Mengajar, (Cet. II; Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h. 96.
2Maman Rachman, Manajemen Kelas, (Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Primory Sckool Tacher Depelopment Project, 1998/1999), h. 11.
3Suharsini Arikunto, Pengelolaan Kelas (Cet. I. Bandung : PT. Raja Grafindo, 1990) h. 12.
4Ibid. h. 14.
5Abdurrahman, Pengelolaan Kelas, Fakultas Tarbiyah UIN Alauddin Makassar 1991. h.136.
6Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Cet. I; Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002) h. 172.
7syaiful Bahri Djawrah dan Aswar Zain, op.cit h. 206.
8Winarno Surachmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar (Ed. V. Bandung : Tarsito, 1986). H. 39.
9Ibid. h. 228.
11Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengauhinya (cet. II; Jakarta : PT. Rineka cipta, 1991) h.2.
12Arifin S. Sadiman, Media Pendidikan (Cet. II; Jakarta : CV. Rajawali, 1990), h.6.
13Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, op.cit. h. 30.
14H. Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran (Cet. II Ujung Pandang : PT. Bintang Selatan. 1993), h. 94.
15Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan (Cet. II Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995) h. 61.
16Ibid, h. 5
17Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Op. cit., h. 49
18Ibid, h. 54.
19Ibid, h. 55
20Ahmad Rohani H.M. M,Pd.Pengelolaan Pengajaran (Cet. II; Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), h. 161
21Ibid, h. 57
22Ibid, h. 58
23Abdul Rahman, Op.cit., h. 57
24Nana Sudjana, Cara Belajar Sisw Aktif dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset, 1996), h. 5.
25Ibid., h. 5-6
26Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 159
27Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Cet. I; Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 28.
28Ibid., h. 40
29Nana Sudjana, op.cit., h. 40